PERTANIAN ORGANIK MANDIRI.....POLA TANI DENGAN MENEKAN BEAYA BUDIDAYA TANPA MENGESAMPINGKAN KUALITAS & KUANTITAS HASIL PANEN......POLA SINERGITAS DENGAN ALAM MERUPAKAN WUJUD KECINTAAN PETANI TERHADAP ALAM RAYA YANG MEMBERIKAN KITA HIDUP & KEHIDUPAN
Rabu, 28 Desember 2011
Penyakit Hawar Daun Bakteri
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Petani di Indonesia pada umumnya merupakan petani tradisional.
Teknologi yang mereka terapkan masih turun temurun, sehingga kesejahteraannya masih jauh bila dibandingkan dengan petani di Negara maju. Mayoritas komoditas yang ditanami oleh petani di Indonesia adalah padi (Oryza sativa L.). Karena padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dalam budidayanya petani banyak menghadapi kendala. Salah satunya adalah adanya OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) baik berupa hama maupun penyakit. Penyakit yang sering menyerang tanaman padi diantaranya adalah hawar daun bakteri atau BLB (bacterial leaf blight) yang lebih populer dengan nama penyakit “kresek”.
Penyakit hawar daun bakteri merupakan penyakit yang tersebar luas di pertanaman padi sawah dan bisa menurunkan hasil sampai 36%. Penyakit ini pada umumnya terjadi pada musim hujan atau lembab >75%, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang dengan pemupukan N yang tinggi. Hawar daun bakteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye. yang dapat menginfeksi tanaman padi pada berbagai stadium pertumbuhan.
Klasifikasi Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye.
Menurut Ferdiaz (1992) dalam Triny S. Kadir, Satoto dan Inastuti A. Rumanti (2006), klasifikasi Xanthomonas adalah sebagai berikut:
Phylum : Prokaryota
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Xanthomonas
Spesies : Xanthomonas campestris pv. Oryzae
Morfologi Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye.
Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye. berbentuk batang pendek berukuran (1-2) x (0,8-1) m , di ujungnya mempunyai satu flagela polar yang berukuran 6-8 m dan berfungsi sebagai alat bergerak. Bakteri ini bersifat aerob, gram negatif dan tidak membentuk spora. Di atas media PDA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin (Machmud, 1991; Semangun, 2001; Triny dkk., 2006).
Foto Mikroskop Elektron Xanthomonas (30.000 x)
(Sumber: Koleksi PPOPT Bandung, 2008 dan Lozano, 1974 dalam Semangun, 2001)
Sejarah dan Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri
Penyakit hawar daun bakteri pertama kali ditemukan di Fukuoka Jepang pada tahun 1884. Pada awal abad XX penyakit ini telah diketahui tersebar luas hampir di seluruh Jepang kecuali di pulau Hokkaido. Di Indonesia, penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Reitsma dan Schure pada tanaman muda di daerah Bogor dengan gejala layu. Penyakit ini dinamai kresek dan patogennya dinamai xanthomonas kresek Schure. Terbukti bahwa penyakit ini sama dengan penyakit hawar daun bakteri yang terdapat di Jepang (Singh, 1980; Machmud, 1991).
Pengembangan varietas padi unggul dengan hasil tinggi tetapi peka terhadap penyakit menyebabkan semakin tersebar luasnya penyakit ini. Akhir-akhir ini penyakit hawar daun bakteri dilaporkan telah terdapat di negara-negara yang mewakili hampir seluruh benua, misalnya Bangladesh, India, Korea Malaysia, Filipina, Cina, Taiwan dan Vietnam. Penyakit ini bahkan telah dilaporkan dari Rusia, Afrika dan Amerika Latin (Machmud, 1991).
Gejala Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri
Penyakit hawar bakteri pada tanaman padi bersifat sistemik dan dapat menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1). Gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka, (2). Gejala hawar dan (3). Gejala daun kuning pucat (Singh, 1980; Machmud, 1991; Triny dkk., 2006).
Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terdapat pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan. Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak kebasahan, bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan, selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Seringkali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai ke permukaan air dan menjadi busuk (Anonim, 1989).
Menurut Machmud (1991), pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini, gejala terus berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang pelepah padi sampai mengering. Pada pagi hari atau cuaca lembab, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwarna kuning menempel pada permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif.
Foto Gejala Serangan Xanthomonas pada Tanaman Padi
(Sumber : Anonim, 1989 dan www.hartanto.wordpress.com)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri
Kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xanthomonas. Ketahanan disebabkan karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2. Bakteri tidak dapat meluas secara sistemik, dan 3. Tanaman bereaksi langsung terhadap bakteri (Lozano dan Sequeira, 1974 dalam Semangun, 2001). Menurut Maraite dan Weyns (1979) dalam Semangun (2001), penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas dibantu juga oleh hujan, karena hujan akan meningkatkan kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi terjadi pada akhir musim hujan, menjelang musim kemarau. Suhu optimum untuk perkembangan Xanthomonas adalah sekitar 300C.
Kerugian Akibat Penyakit Hawar Daun Bakteri
Kerugian hasil padi di Jepang yang diakibatkan oleh penyakit hawar daun bakteri setiap tahunnya mencapai 30% bahkan lebih. Di India penyakit ini juga merupakan kendala utama produksi padi, berjuta-juta hektar sawah tiap tahun terserang penyakit tersebut dengan kerugian bervariasi antara 20-60% (Singh, 1980).
Di daerah tropis seperti Indonesia dan Filipina, penyakit ini juga sangat merugikan meskipun besar kerugian kurang diketahui secara pasti. Di Indonesia kerugian akibat penyakit ini diperkirakan berkisar antara 15-25% tiap tahun. Kerusakan berat terjadi bila penyakit ini menyerang tanaman muda yang peka, sehingga menimbulkan gejala kresek dan kemudian tanaman mati (Machmud, 1991).
Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri
Pengendalian penyakit hawar daun bakteri akan lebih berhasil bila dilaksanakan secara terpadu, mengingat berbagai faktor dapat mempengaruhi penyakit ini di lapangan, misalnya keadaan tanah, pengairan, pemupukan, kelembaban, suhu dan ketahanan varietas padi yang ditanam. Usaha terpadu yang dapat dilaksanakan mencakup penanaman varietas yang tahan, pembuatan persemaian kering atau tidak terendam air, jarak tanam tidak terlalu rapat, tidak memotong akar dan daun bibit yang akan ditanam, air tidak terlalu tinggi pada waktu tanaman baru ditanam dan menghindari pemberian pupuk N yang terlalu tinggi.
Upaya pengendalian untuk mengatasi penyakit ini yaitu dengan melakukan beberapa hal :
1. Perbaikan cara bercocok tanam, melalui:
Pengolahan tanah secara optimal
Pengaturan pola tanam dan waktu tanam serempak dalam satu hamparan
Pergiliran tanam dan varietas tahan
Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat
Pengaturan jarak tanam
Pemupukan berimbang (N,P, K dan unsur mikro) sesuai dengan fase pertumbuhan dan musim
Pengaturan sistem pengairan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.
2. Sanitasi lingkungan
3. Pemanfaatan agensia hayati Corynebacterium
4. Penyemprotan bakterisida anjuran yang efektif dan diizinkan secara bijaksana berdasarkan hasil pengamatan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar